Postingan

Menampilkan postingan dari 2024

Hewan Paling Sibuk

Gambar
   Kalau aku bertanya hewan apa yang paling sibuk di hari Minggu? Sudah pasti tidak mungkin aku menjawab manusia. Karena minggu adalah waktu istirahat bagi mereka. Mungkin aku akan menjawab burung. Karena biasanya hari Minggu pagi mereka tetap terbang untuk mencari makan. Burung kutilang bersiul di pohon mangga depan rumah, burung pipit bersorak sorai berjemur di atas kabel, burung cekakak bersiap berburu lele belakang rumah. Ya, burung-burung itu memang sangat sibuk ketika Minggu pagi.     Tapi kali ini rupanya agak berbeda. Justru yang sangat sibuk pagi ini adalah ayam. Ya mungkin memang selalu ada satu atau dua ayam yang berkokok untuk membangunkan manusia-manusia. Tapi ini benar-benar tidak biasa. Memangnya kenapa ayam-ayam itu sibuk? Ternyata gara-gara hujan semalam, ada banyak laron yang berjatuhan di lantai dan bahkan beberapa masih beterbangan. Oalah, makanya dari tadi ayam-ayam itu lompat-lompat dan berlarian seperti dinosaurus. Kalau aku liat baik-baik...

Rumah Impian

Gambar
    Ada banyak cara untuk kita merasakan cara kerja semesta...     Baru beberapa hari ini aku dan temanku mengobrol mengenai rumah impian kita masing-masing. Eh, tadi ketika jalan pagi, aku melewati salah satu rumah yang selalu menarikku untuk berhenti di depannya. Di depan rumahnya terdapat gerbang batu-bata dengan pintu kayu dilapisi cat warna hijau kuning dan bunga-bunga putih bergantungan menutupi bagian atasnya, cantik sekali! Di ujung jalan (gang) ini aku selalu diam untuk sekadar memandanginya. Aku menyentuh bunga-bunga putih yang cantik itu dan sesekali memotret bagian yang tidak ingin aku lupakan. Dari balik jendela kecil pada gerbang ini, aku mengintip. Di dalam rumah itu halamannya sangat luas dan asri. Kemudian aku berjalan mengitari pagar rumahnya, ternyata halaman rumahnya memang sangatlah luas. Rumahnya bergaya joglo, sederhana dan tidak seluas rumah joglo biasanya, tapi cantik. Pepohonan di rumah itu juga tinggi, entah sudah berapa puluh tahun umurnya...

Mawar Rambat

Aku melihat Dinda di depan sana berjalan dengan tatapan kosong dan penuh luka gores di kakinya. Entah sejak kapan mawar itu durinya semakin tajam dan menusuk. Padahal setauku mawar itu sudah lama tidak berbunga. Jangankan mengharap mekar, berbunga saja tidak. Mawar itu sudah menjelma menjadi mawar rambat tanpa bunga sejak lama. Sejak saat itu rambatannya mulai mengikat kakinya.  Aku kasihan melihat Dinda yang masih saja berjalan dengan luka-luka itu. Orang lain memberi khayalan yang katanya mawar yang mekar akan membawa bahagia. Padahal bahagia tidak hanya datang dari setangkai mawar busuk itu. Aku sudah sering memberitahunya, "Tidak apa-apa, kamu lepaskan mawar yang sudah tidak berbunga itu. Hidup tanpa bunga mawar pun tidak apa-apa. Aku juga tidak meminta kamu harus menggenggam mawar." Tapi si anak bandel itu tetap saja membawanya.  ...  "Din, istirahat dulu yuk" Dia pun menangis di pelukanku. "Gakpapa nak, istirahat saja dulu." - Din (Sleman, 03/11/24....

Overthinking-in Lagu

       Sebelumnya tulisan ini mau aku gabung dengan tulisan postingan sebelumnya. Tapi karena topiknya terlalu jauh, jadi aku pisah aja.     Aku tidak tahu akan ke arah mana tulisan ini menuntunku. Seketika hatiku mengarahkan pada sebuah pertanyaan lain yang tidak nyambung dengan topik sebelumnya. Ketika mendengarkan lagu Sal Priadi dan Nadin Amizah - Amin Paling Serius, aku jadi bertanya-tanya, "Sebenarnya jika aku yang mengalami yang mereka rasakan dalam lagu tersebut, pada bagian mana aku ini?" Aku tahu, kamu lahir dari Cantik utuh cahaya rembulan Sedang aku dari badai marah riuh yang berisik Juga banyak hal-hal yang sedih Tapi menurut aku, kamu cemerlang Mampu melahirkan bintang-bintang Menurutku, ini juga kar'na hebatnya badaimu Juga kar'na lembutnya tuturmu     Pada bagian ini kah? Aku tahu, kamu tumbuh dari Keras kasar sebuah kerutan Sedang aku dari pilu, aman yang ternyata palsu Juga semua yang terlalu baik Tapi menurut aku, kamu cemerlang...

Mencari Puzzle

     Aku sudah nemikirkan ini bahkan sebelum aku benar-benar menginjakkan kakiku di sini. Apa alasan Tuhan menempatkan aku di Jogja? Aku sudah menerka-nerka berbagai macam jawaban yang memungkinkan untuk dijawab-Nya. Benarkah aku harus belajar sabar? Benarkah aku harus belajar meraih energi feminimku kembali di sini? Benarkah ini tempat yang tepat untuk aku memulai langkahku? Benarkah bahwa aku di sini karena dibutuhkan? Ataukah sebenarnya aku yang membutuhkan untuk ke sini? Benarkah aku harus menyembuhkan lukaku di sini?     Kata orang, tempat terbaik menyembuhkan luka adalah menemui si pembuat luka. Tapi aku sadar betul bahwa bukan di sini lukaku muncul. Bukankah seharusnya aku kembali ke Surabaya untuk menyembuhkan luka? Kembali menuntut pada si pembuat luka.     Kata orang, pulang dapat menyembuhkan luka. Ketika aku kembali ke kampung, aku tau betul bahwa lukaku tidak kunjung membaik. Dan lagi saat itu aku tidak pernah merasa benar-benar pulang. Ke...

Libur dengan Sederhana

Baru saja aku melihat suatu postingan di Instagram, tulisannya: "Tidur adalah cara sederhana merasakan libur". Setelah membaca posting -an itu aku jadi berpikir, "benar juga". Tidur bisa menjadi suatu hal yang bisa kita syukuri saat berlibur. Tapi setelah aku pikirkan lagi, ternyata ada banyak cara orang memaknai hari liburnya. Bisa jadi memang tidur ketika di membutuhkan istirahat fisik dan pikiran, bersenang-senang dengan teman kalau butuh wadah berkeluh kesah atau sekadar butuh menyerap energi positif, berlibur di tempat wisata dan bersenang-senang demi menghibur diri, jalan-jalan di mall membeli barang yang diidamkan, menghabiskan waktu bersama keluarga, me time, berpetualang dan melakukan hobi, atau seperti aku saat ini, berpikir dan memikirkan diri sendiri juga bisa menjadi salah satu cara untukku berlibur. Memikirkan diri sendiri bukan bermaksud untuk self reward apalagi memanjakan ego, tapi benar-benar memikirkan tentang diri sendiri, tentang hal-hal yang s...

Blog Pertama: All in One

Gambar
blog pertama, sebuah artefak internet milik Dinda Sebelum blog ini aku pernah memiliki satu blog yang sudah aku tinggalkan tapi tidak akan pernah aku hapus. Nama blognya "All in One" dengan domain "styleindoabis". Seingatku, ketika aku pertama kali membuatnya namanya bukan itu. Karena pertama kali aku membuatnya ketika aku masih sekolah dasar (sekitar akhir kelas 6). Atau mungkin blog itu bukanlah blog pertama, entahlah. Dulu seingatku postinganku pertama kali di blog itu adalah tentang kecintaanku terhadap Detektif Conan. Setelah itu jadi merambah ke bagi-bagi link download film Detektif Conan. Dan karena itu blog-ku jadi lumayan terkenal. Kemudian ketika aku sudah masuk SMP, aku mulai mencintai dunia fashion. Ada satu blog fashion yang paling aku suka, dia membahas tentang kampus negeri yang bisa menghasilkan fashion designer. Dari situ aku mulai lumayan aktif membahas tentang fashion. Makanya kemudian nama domainnya aku ubah menjadi styleindoabis. Mungkin agak le...

Berada di Tengah

    Mungkin mudah bagi orang lain untuk mendefinisikan di sebelah mana sebenarnya dia berada atau di kelompok mana di sebenarnya diterima. Tapi tidak denganku. Aku sering bingung di sebelah mana aku ini. Aku malah berpikir, kalau hanya ada surga dan neraka, pasti Tuhan bingung menempatkanku di mana, Makanya aku selalu memilih, kalau bisa ketiadaan. Menurutku satu-satunya titik tengah yang pas bagiku adalah itu.      Setiap ada orang yang bilang aku baik, aku selalu bingung, di bagian mananya aku yang baik. Tapi ketika dibilang jahat aku pun tidak terima. Aku pun sudah pernah bilang, bahwa teman-temanku juga beda-beda dan bahkan bisa jadi bertolak-belakang. Misal yang kelompok satu sangat agamis, satunya lagi malah hampir tidak beragama. Dan aku bisa berteman dengan keduanya, tapi aku bukan salah satu dari mereka.      Tidak jarang aku berada di antara kedua orang yang saling bermusuhan. Di sinilah titik tengah yang sebenarnya paling aku benci. Tem...

My POV: Sally Punker

      Di hari raya Idul Fitri kali ini, aku ingin menceritakan tentang temanku kepada kalian semua. Karena kejadiannya di bulan Ramadhan dan mumpung aku lagi di Jember juga. Ini akan menjadi POV keduaku tentang teman-temanku yang sering disalahpahami oleh orang lain.  Ini tentang dua gadis kembar, teman masa kecilku.        Mungkin aku sudah sering cerita kepada kalian bahwa aku tumbuh di kampung kota. Tempat itu sering aku sebut sebagai kampung kota karena tempatnya saling berdempetan dan warganya solid (tidak individualis). Sewaktu kecil, teman-temanku juga kebanyakan anak kampung situ, gambarannya seperti warga dalam series Get Married atau Imperfect. Waktu itu aku juga ikut mengaji (TPA) di masjid sekitar kampungku dan di sanalah pertama kalinya aku mengenal si kembar.          Si kembar yang aku ingat adalah anak-anak baik. Sejak kecil mereka tinggal bersama nenek dan budhenya. Ayahnya kerja di Kalimantan dan ibunya s...

Mendikte Tuhan

     Menurutmu, seberapa yakin kamu bahwa Tuhanmu akan mengabulkan doa-doamu? Dan sepercaya apa sih kamu pada-Nya? Sebenarnya apapun jawabanmu sih itu terserah dirimu sendiri ya. Tapi aku cuma ingin mepertanyakannya. Jujur saja, bagiku cukup mengeherankan ya ketika ada orang yang terlihat sangat religius tapi tidak percaya bahwa Tuhannya akan mengabulkan doanya. Kadang doanya terdengar seperti basa-basi belaka. Tapi yaudahlah itu urusan mereka, karena bukan itu yang mau aku bahas.      Setelah berbincang lama dengan temanku dalam telepon, ada satu pernyataan darinya yang lumayan membuatku bertanya-tanya, "Din, kamu tuh terlalu mendikte Tuhan." Kalimat itu lumayan terngiang-ngiang di kepalaku selama beberapa bulan ini. Maksudnya apa ya? Aku tau itu bukan kalimat mengejek ataupun menghina, tapi apakah itu salah ya?   "Hah? Mendikte gimana? Kan aku cuma berdoa mauku apa, toh Tuhan juga menjanjikan akan mengabulkan doa makhluk-Nya. Aku berusaha, yaudah set...

My POV: The Third Roommate

Mungkin sebelum mempublikasikan ini aku perlu izin ke temanku karena kisah ini cukup privat dan menyakitkan. Tapi aku ingin membahasnya karena mungkin ini menjadi salah satu tulisan yang pernah aku buat yang sarat akan pembelajaran hidup, tapi tentu tidak akan aku ceritakan semua. Oh iya, ini cerita murni dari sudut pandangku ya... ***      Aku ingat sekali pertama kali mengenal temanku ini ketika aku meminjam mesin Jigsaw untuk suatu tugas mata kuliah. Sebenarnya dia adalah kakak tingkatku tapi kami menempuh mata kuliah yang sama dan berangkat kuliah bersama (mungkin lebih tepatnya dia nebeng ya karena motornya rusak wkwk). Singkat cerita karena adanya kesamaan keadaan, dia butuh pindah ke kos yang lebih murah dan aku butuh teman sekamar kos akhirnya kami memutuskan untuk mencari kos bersama. Itulah alasan awalnya kenapa kami manjadi roommates padahal bukan teman seangkatan, bukan teman dekat, dan bukan teman dari daerah yang sama. Mungkin ini juga bisa menjadi jawaban ...

Pulang

Gambar
     Ada satu lagi yang selalu menjadi pertanyaanku selama ini. Jadi, apa definisi pulang? Ketika aku berada di perantauan untuk pertama kalinya, aku selalu berpikir bahwa aku ingin pulang. Jadi, saat itu aku mulai berpikir bahwa pulang adalah ketika aku berada di kampung halamanku. Tapi, setiap aku melakukan perjalanan itu, aku selalu ingin semuanya berjalan lambat. Kalau biasanya berangkat aku menggunakan kereta api, pulangnya aku lebih suka naik bus. Di situ aku juga berpikir, "perasaan seperti inilah yang aku rindukan". Justru di perjalanan pulang itu aku bisa tidur dengan nyaman, sekalipun menurut orang-orang naik bus justru lebih berbahaya daripada kereta api.     Aku rasa, perasaan pulang itu ada hanya ketika aku merantau. Tapi ketika aku memutuskan untuk tinggal di kampung halamanku, justru aku tidak pernah merasa pulang. Dan justru aku hilang arah, "kemana aku harus pulang?" Kata orang, kita tidak boleh mencari kemana kita harus pulang karena sebenarnya...

Parenting ala Pak Darif

Gambar
"Nduk, nanti kamu ke sini lagi yo! Kita harus nyangkruk kayak gini," kata bapak tua yang baru saja aku kenal malam ini. "Hadi, kamu nanti kabari aku ya kalo anak ini ke sini lagi, jangan sampai enggak!" perintahnya pada temannya, Hadi si tukang las dan tukang bubut kayu. "Iya, Pak, InsyaAllah ya. Kalau saya ngerjain tugas yang butuh las/bubut kayu pasti ke sini kok" "He, jangan pas tugas tok, kalau senggang aja.." "Hehe" ... "Mbak, saya heran, kenapa sampeyan kok mau ngobrol sama sopir-sopir ini? Kan biasanya mahasiswa apalagi yang cewek, mana mau gumbulan sama sopir gini?" "Lah, emang gitu Pak? Kalau saya memang suka ngobrol sama siapa saja." ***      Ingatan itu tiba-tiba saja muncul ketika aku dan mbakku diskusi mengenai alasan kenapa member Keluarga Darif kebanyakan ekstrovert dan mudah sekali bergaul dengan banyak orang. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya kami mempertanyakan hal ini. Hampir semua anggota kelua...

Paradoks: Trauma

Ada hal yang cukup paradoks tentang manusia dan traumanya, yang lumayan membuat aku bingung. Jadi, apakah trauma itu harus disembuhkan? Mungkin jawabannya sudah jelas, yaitu bukan soal sembuh tapi tentang bagaimana meminimalisir risikonya. Oke, jawaban itu adalah hal yang sangat bisa diterima otakku. Tapi bagaimana aku bisa menerima jawaban itu? Pada dasarnya trauma tidak sesimpel itu. Sesembuh apapun dirimu tentu akan membuat atau bahkan menciptakan trauma lainnya. Misal, dulu kita pernah di- bully di sekolah, trauma itu melekat pada kita sampai sekarang bahkan dengan tidak sadar. Di luar kesadaran kita, trauma itu jadi membentuk diri kita hari ini. Kita menjadi lebih protektif ke anak, memanjakan anak, tidak memberikan ruang privasi untuk anak, dan lain sebagainya. Mungkin baik bagi kita, tapi belum tentu bagi mereka. Kenapa sih aku harus memberi contoh tentang anak dan orang tua? Ya karena menurutku sifat anak adalah salah satu produk trauma dari si orang tua. Ya, tapi aku bisa mem...

Asumsi Tentang Pernikahan

Kali ini aku ingin menuliskan sesuatu yang cukup serius dan menjadi keresahan untuk manusia-manusia seumuranku, yaitu tentang pernikahan. Sejujurnya aku cukup menahan diri untuk menuliskan ini. Tapi lebih baik aku tuangkan dalam bentuk tulisan daripada sekadar terngiang di otak. *** Sebelum masuk ke pembahasan, aku mencoba mengorek masa kecilku: apa yang ada di pikiran masa kecilku tentanng pernikahan. Tapi tidak ada. Hehehe, aku baru memikirkan soal pernikahan ketika kuliah. Jadi, proses berpikir ini sebenarnya tidak terlalu lama. Waktu itu ketika aku mulai memikirkan tentang pernikahan, tepatnya ketika aku sudah memasuki usia dewasa, aku berpikir bahwa pernikahan adalah salah satu cara wanita dewasa ingin keluar dari masalah hidupnya dan membawa harapan baru di kehidupan pernikahannya. Berbeda dengan bagian si wanita dewasa, pria dewasa aku asumsikan bahwa pernikahannya hanyalah bertujuan untuk melegalkan hasrat seks-nya. Menurutmu kenapa aku sempat berasumsi seperti itu? Yuk kita ba...

Perjalanan Singkat

Aku berjalan di sebuah pegunungan tandus. Di sana terdapat batu yang besar dan sangat keras. Aku bertanya pada batu yang diam di atas guguran daun pepohonan kering, "untuk apa kerasmu? Kenapa tidak melunak saja?" Batu itu menjawab, "aku ini batu, jadi wajar jika aku keras. Andaikan aku bukan batu, aku bersedia untuk melunak." Benar juga..  Aku lanjutkan perjalanan kecil ini. Di jalan cabang itu ada mawar yang mengering. Aku bertanya kepadanya, "kenapa durimu tajam? Bukankah warna cantikmu sudah memenuhi segalanya?" Mawar itu pun menjawab, "hanya duri ini yang bisa melindungiku bahkan ketika aku mengering seperti sekarang. Warnaku hanya sesaat." Lalu aku melihat goa yang gelap di ujung sana. Kuputuskan untuk beristirahat di dalam goa itu. Di dalam goa itu terdapat kilauan dari stalaktit kristal. Indah sekali. Kuambil sedikit untuk kubawa pulang. Segera kumasukkan dia dalam kantong yang kubawa ini.  "Tolong jangan bawa aku! Biarkan aku di sini...