Eonoia Gentari Amaraloka (Bagian VIII: Pembangkit Listrik Tenaga Jin)

"Dah, Zin!" Eon melambaikan tangan pada Zin sebelum masuk ke rumah.
"Dah Eon!" balas Zin. 

"NEK, AKU PULANG!"
Tidak ada jawaban yang terdengar. Sepertinya orang-orang sedang tidak di rumah. Tante dan orang tuanya pasti masih bekerja. Sedangkan Abhi, Widya, dan Aga mungkin masih belum pulang karena mereka sudah menjadi murid SMP, pulangnya lebih siang daripada murid SD. Dan neneknya, mungkin saja di dapur, atau di lantai dua untuk mengambil jemuran, atau bisa jadi di rumah tetangganya. 

Eon segera melepas sepatunya dan berjalan menuju dapur. Ternyata di sana tidak ada neneknya. 
"NEK!" Panggil Eon. 
"APA? Nenek di atas!" jawab nenek Eon dari lantai dua.
Benar saja, dari dapur saja sudah terdengar suara mesin jahit. Eon langsung naik ke atas menyusuri tangga menuju lantai dua untuk memastikan neneknya benar ada di atas. Neneknya sedang menjahit. Belum sempat bilang/bertanya apa-apa, neneknya langsung menjawab, 
"ada sayur bayem di dapur. Lauknya goreng telur saja sana."
"Iya nanti." Eon turun dan langsung pergi ke kamar untuk mengganti bajunya. 

Setelah ganti baju dan selesai makan, Eon langsung membuka koran hari ini dan membacanya. Di sini ada sesuatu yang cukup unik menurutku, Eon punya kebiasaan menempatkan koran seperti makanan favorit dalam piringnya yang harus dimakan terakhir. Bukankah itu lumayan lucu? Ternyata bagi Eon koran sebegitu favoritnya seperti makanan kesukaannya yang harus disyukuri keberadaannya. 

Berita hari ini sebagian besar tentang kenaikan harga BBM. Seperti biasa, semuanya dibarengi domino rentetan masalah yang rubuh. Satu kartu "BBM naik", maka semua harga barang akan naik. Belum lagi adanya PHK massal. Dan yang pasti demo dimana-mana. Sepertinya Eon masih belum paham keterkaitan berita ini. 

Hmm, jadi kenapa orang-orang demo ya? 

Ia tidak terlalu menghiraukan pertanyaannya sendiri. Itu bisa ditanyakan ke tantenya nanti. Tantenya suka menjawab pertanyaan-pertanyaan Eon sekalipun kadang pertanyaan itu cukup aneh ketika dilontarkan anak seumurannya. Kalau orang tua Eon biasanya menjawab satu atau dua kali saja sudah cukup, setelah itu pasti tidak digubris. Makanya Eon kadang malas bertanya pada orang tuanya.

Eon melanjutkan membaca berita. Dia sudah tau cara membaca koran. Dari artikel yang ada di depan, pasti sambungannya di halaman terakhir. Karena tertulis "...sambung ke halaman 18." Ia juga tau cara membagi koran ini menjadi 3: koran berita, koran olahraga, dan koran metropolitan. Tapi Eon hanya suka bagian berita. Isinya banyak, bermacam-macam, dan menarik baginya. Sedangkan olahraga ya cuma berita olahraga seperti di televisi pagi, kadang mereka juga lebih suka membicarakan tentang kehidupan pribadi atletnya. Benar-benar seperti majalah gosip. Sedangkan metropolitan isinya Jakarta dan kehidupan bisnisnya. Bagi Eon itu sama tidak pentingnya dengan berita olahraga.

Sebenarnya selain karikatur, Eon suka sekali membaca berita tentang pembunuhan. Dia membayangkan dirinya adalah seorang detektif ketika mencoba mencari siapa pelakunya. Anak ini terlalu banyak membaca novel dan komik detektif. Tapi sepertinya hari ini tidak ada berita tentang pembunuhan. Semuanya hampir seputar BBM naik. Eon terlihat agak kecewa. Eon, Eon... bukankah hal itu patut disyukuri?

Tapi ada satu artikel koran hari ini yang cukup menarik perhatianku, artikel itu diberi judul "Pembangkit Listrik Bertenaga Jin". Bagiku ini lucu sekali, hahaha, apakah jin menjadi budak manusia di jaman ini? Apakah ini era Bandung Bondowoso? Sungguh tidak masuk akal. Sepertinya Eon juga bingung membaca isi artikel satu ini. Dia membolak-balik halaman paling depan dan paling belakang demi memahami isinya.

Ternyata dalam artikel tersebut disebutkan bahwa jin hanyalah perumpamaan dari suatu kehampaan, sederhananya pembangkit ini tidak menggunakan apapun untuk menciptakan listrik. Abrakadabra! Bahkan disebutkan juga bahwa potensi ini tidak boleh disia-siakan dan harus segera dipatenkan. Terlebih lagi, saat ini BBM mahal dan menjadi langka. Sangat-sangat pandai mengambil kesempatan, tapi sangat-sangat tidak mungkin. Haish, berita sampah!

Kok bisa bergerak tanpa apapun? Energi itu apa sih? Aku tau kalau energi listrik digunakan untuk menggerakkan sesuatu seperti kipas angin. Bahkan energi gerak pun bisa digunakan untuk menghasilkan listrik. Bensin juga panasnya dipakai untuk menggerakkan motor. Jadi kalau tanpa apapun digerakkan menggunakan apa? Aneh banget.

Seperti aku yang mengisi tubuh ini, Eon juga skeptis terhadap sesuatu. Tapi sebenarnya Eon lebih parah. Kadang dia tidak percaya pada apa yang dikatakan gurunya di sekolah. Semisal perkataan gurunya benar, dia tidak akan mentah-mentah percaya. Kalau mengganjal pasti dia mencari jawaban di buku-buku yang ada di kamar bapak. Ketika tantenya menjawab pertanyaannya pun pasti masih dipikir dan dicari jawabannya di buku selama beberapa hari sampai ada alasan yang membuatnya yakin bahwa itu benar.

***

Eon pergi ke kamar bapak untuk mencari jawaban mengenai pembangkit listrik. Di buku sekolahnya hanya tertulis mengenai tenaga uap, air, gas, dan panas. Tidak ada jin. Tidak ada listrik yang muncul tanpa bahan bakar. Dia mencoba mencari buku-buku di rak. Tapi buku-buku milik kakeknya kebanyakan hanyalah sejarah dan bahasa. Eon sampai sering lupa bahwa kakeknya adalah seorang guru SD, bukan guru sejarah maupun guru bahasa. Eon juga mencari buku milik Abhi yang juga ditaruh di rak ini.

Dimana buku IPA ya?

Dia cari tidak ada. Yang asing baginya dan tidak sama dengan mata pelajarannya di sekolah ada biologi, fisika, geografi, dan ekonomi. Diambilnya keempat buku itu. Dia baca satu persatu daftar isi buku tersebut. Hmmm... biologi kebanyakan isinya tentang hewan, manusia, dan tumbuhan. Ekonomi gak mungkin. Fisikan... hmmm... hmmm... Ini ada! Energi.
Dibukanya lagi buku-buku tersebut. Sekarang geografi. Hmmm ini permukaan bumi, jenis tanah, gempa,... sepertinya tidak ada energi.

Oke, sekarang ayo kita baca fisika tentang energi! Halaman... 58.

Eon membuka halaman 58. Materi energi di smp lumayan berbeda dengan pelajaran SD. Di SD hanyalah materi dasar, tidak ada hitung-hitungan. Bagi Eon rumus-rumus itu asing sekali. Tapi dia tidak terlalu peduli dan tetap membaca materinya, dia yakin setidaknya pengetahuannya akan bertambah.

Hukum kekekalan energi:
“Energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, namun dapat berpindah dari satu bentuk ke bentuk lainnya…”
Energi dapat berubah bentuk melalui proses fisika atau kimia biasa, seperti energi radiasi menjadi panas maupun energi kimia menjadi listrik serta energi potensial menjadi listrik.

Eon mencatat semua materi yang menurutnya diperlukan untuk memahami artikel aneh itu. Tapi sepertinya dia tetap kesulitan memahami materi ini. Dia pernah dengar soal perubahan energi seperti pada pembangkit listrik yang ia pelajari di sekolah. Tapi hukum kekekalan energi ini cukup asing.

Sebentar, ini aneh.

Eon segera mengembalikan buku itu di rak dan segera membawa kitabnya di ruang tamu. Dibukanya lagi koran yang sudah dia tekuk.

Ini benar-benar aneh, kalau energi cuma bisa berubah bentuk dan tidak akan pernah bisa dimusnahkan, lalu dari mana asal energi itu? Katanya tidak menggunakan apapun? Energi hampa?

Sungguh gadis ini memiliki rasa penasaran yang tinggi. Walaupun aku bisa menjawabnya sekarang, aku tidak tau bagaimana cara memberitaunya. Memang ini berita sampah, berita bohong yang membuat Eon berpikir keras.

Hampa itu apa?

Eon kembali lagi ke kamar bapak untuk mencari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dia tau bahwa di sana pasti ada kamus Bahasa Indonesia. Dicarinya huruf "H" pada pinggiran kertas lalu "hampa". Di dalam KBBI tertulis definisi hampa adalah kosong, tidak berisi. Padi yang -- (tidak berisi/kosong) dibuang saja. Apa yang tidak terlihat juga termasuk kosong? Angin dan udara kan juga tidak terlihat..

Definisi hampa pada KBBI tidak membuat Eon merasa puas. Dia masih belum memahaminya. Dibukanya buku fisika yang tadi sudah dia taruh di rak. Dibukanya halaman terakhir. Anak ini bahkan memahami bahwa setiap kata sulit dalam buku paket pasti tertuliskan definisi atau penjelasannya di belakang. Dicarinya kata hampa. Tapi tidak ada. Kata hampa bukanlah termasuk kata yang sulit dipahami dalam buku paket itu. Eon tidak pernah menyerah untuk mencari tau jawaban itu sendiri. Tanya ke tante adalah pilihan terakhir baginya. Dia langsung mencari buku ensiklopedia kesukaannya yang dia simpan bersama buku-bukunya.

H... Hampa...
Nah ini! Hampa berarti kosong; tidak berisi. Di dalam fisika hampa berarti vakum atau ketiadaan materi dalam suatu ruangan. Hmm, sepertinya ini cukup. Energi yang berasal dari kehampaan, jelas tidak mungkin. Tapi kenapa ini tertulis di artikel sebagai suatu penemuan baru?

***

"Hahaha, iya itu jelas tidak mungkin" tante tertawa melihat wajah Eon yang serius sekaligus bingung.
"Tapi bukannya berita harus ditulis berdasarkan fakta ya? Di sekolah guru Bahasa Indonesia juga mengajarkan itu"
"Iya benar, berita memang haruslah ditulis berdasarkan fakta, Eon." jawab tante sambil mengaduk kopi di ruang tengah. "Tapi kadang juga ada yang namanya hoax."
"Hoax?"
"Hoax itu berita bohong, tentu saja sebenarnya tidak boleh diterbitkan. Kamu baca di koran ya?"
"Iya, makanya aku bingung. Kalau begitu kenapa tetap diterbitkan"
"Entahlah, mungkin untuk mendongkrak popularitas koran itu atau luput dari pengawasan Pemred."
"Pemred?"
"Ah, Pemimpin Redaksi. Suatu artikel tidak akan bisa diterbitkan jika tidak disetujui Pemimpin Redaksi. Sudah kamu gak usah bingung, tadi tante juga sudah mengirim email ke Pemred agar berita itu dicabut atau diklarifikasi besok. Memang si Saiful, penulis berita itu lebih cocok di majalah gosip daripada koran. Terima kasih ya, Eon." Setelah memaki si Saiful, tante Eon langsung tersenyum sambil mengucapkan terima kasih kepada Eon.
Eon menunduk malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Lain kali kamu coba kirim surat keluhan untuk hal-hal seperti ini. Pemred pasti akan malu jika dikoreksi oleh anak SD. Hahaha..."



-Din, Jember 11:13 (19/07/23)

Komentar