Eonoia Gentari Amaraloka (Bagian VII: Langganan Koran)
Sejak kelas 4 SD sampai sekarang, ada satu kebiasaan baru Eon di pagi hari dan siang hari. Pagi-pagi sebelum berangkat sekolah Eon paling suka berada di pintu belakang rumah neneknya. Setelah mandi dan berganti baju dia tidak langsung mengambil sarapannya, dia lebih suka menunggu bapak penjual susu dan pengantar koran melewati rumahnya (rumah neneknya). Pintu belakang rumah neneknya model pintu yang bisa dibuka setengah sehingga dia bisa berdiri di belakang pintu sambil menyilangkan tangannya di atas pintu dan menaruh pipinya di atas lengan bawah.
Bremm, brem, brem...
"Susuuu! Susu Rembangan!!!"
Bapak penjual susu baru saja melewati pintu belakang rumah. Eon langsung bergegas lari ke pintu depan. Belum sampai di pintu depan, tantenya yang juga tinggal di rumah neneknya memanggil Eon, "INI UANGNYA!"
"Oh iya!" Eon langsung lari lagi ke kamar tengah dan mengambil uang yang diberi tantenya.
"Ini ya Lek Su"
"Iya nduk, ini susunya ya. Terima kasih.."
Eon memberikan selembar uang lima ribu ke bapak penjual susu yang dipanggil anak-anak Lek Su (paklik -paman- Penjual Susu). Sebenarnya Eon tidak begitu suka meminum susu rembangan ini, katanya hambar, tapi dia suka sekali ketika disuruh membeli susu ke Lek Su. Karena kalau beli susu di Lek Su pasti dikasih stiker-stiker lucu setiap hari Jumat. Kata Lek Su, itu anaknya yang kerja di percetakan suka bikin stiker kartun, ya sudah dia bawa saja ketika jualan. Memang anak-anak paling suka mendapat hadiah ketika membeli sesuatu. Apalagi hari ini dia dapat gambar Doraemon. Benar-benar kesukaan Eon.
"Eon! Ini sudah jam berapa kok kamu belum berangkat sekolah?" tanya ibunya sambil bersiap untuk berangkat kerja.
"Iya, sebentar." Eon langsung berlari ke dapur dan meletakkan susunya di kulkas. Dia juga tidak lupa pergi ke kamar bapak untuk mengambil binder yang dia letakkan di meja belajar belakang.
"Eon! Eon!" terdengar Zinnia memanggilnya dari pintu depan.
"Iya sebentar Zin!" teriak Eon dari kamar bapak.
"Iya sebentar Zin!" teriak Eon dari kamar bapak.
"Sebentar ya Zin," jawab ibu Eon penuh keramahan. "AYO CEPETAN EON! Ditunggu Zin loh.." suara ibu Zin langsung berubah drastis, dari lembut menjadi teriak. Lagian, anak satu ini masih riweh dengan koleksi kertas binder yang mau dia pamerkan. Emang anak perempuan jaman ini lumayan aneh, mereka suka membeli kertas tapi enggan menulis di kertas yang mereka beli itu. Katanya koleksi langka.
Kring, Kring~ "KORAN, koran! BBM naik lagi~"
Terdengar suara sepeda dari pengantar koran yang sangat dinanti-nanti Eon.
"BUK, KORANNYA!" teriak bapak pengantar koran itu sambil melempar korannya di teras rumah.
Dari dulu keluarga besar Eon suka sekali langganan koran. Jadi dulu yang langganan koran adalah kakek Eon. Setelah kakek Eon meninggal (ketika Eon mau masuk TK), yang melanjutkan langganan koran ini adalah tantenya.
-------flashback
"Yah ayah..." kata Eon dengan nada sedih. Anak kelas 4 SD ini merengek untuk dibelikan koran.
"Enggak, Eon," jawab ayah Eon yang mulai lelah menanggapi anaknya.
"Kenapa sih gak boleh? Kan aku bukan minta langganan majalah, aku mintanya langganan koran kok." Entah mulai kapan tepatnya Eonoia Gentari Amaraloka, si anak kelas 4 SD ini jadi hobi membaca koran. Makanya dari tadi dia merengek ke ayahnya agar bisa langganan koran.
"Ngapain anak SD baca koran? Memangnya kamu paham isinya?"
"Ya makanya aku pengen baca biar paham."
"Gak usah, kamu pinjam tantemu saja. Kan tante sudah langganan."
"Iya juga sih, ya sudah, sekarang aku baca punya tante dulu. Nanti pas SMP langganan loh ya. Nanti pas SMP!"
"Iya juga sih, ya sudah, sekarang aku baca punya tante dulu. Nanti pas SMP langganan loh ya. Nanti pas SMP!"
"Iya..." ayahnya mengiyakan. Terlihat sekali bahwa ayahnya sudah sangat lelah menanggapi Eon yang rewel dan merengek dari tadi.
"Yes! Beneran yaa."
Entah sudah yang keberapa kalinya Eon membuat kesepakatan beberapa tahun ke depan dengan ayahnya. Entah dia ingat atau tidak nanti. Tapi aku yakin ayahnya akan melupakan yang satu ini, mungkin bagi ayah Eon ini bukan hal penting. Tapi Eon cukup berbeda, dia sering mengingat hal-hal tidak penting bagi orang lain (tapi bisa jadi baginya ternyata penting).
------flashback end
Eon yang tadinya masih di kamar bapak, dia langsung bergegas untuk ke teras rumahnya dan mengambil koran yang tadi dilempar. Dia langsung membaca highlight di halaman depan: BBM Naik Lagi.
"Wah benar.." Manusia hari ini kecanduan BBM.
BBM alias bahan bakar minyak menjadi candu seperti narkoba tapi juga kebutuhan seperti nasi. Bahkan di televisi banyak orang demonstrasi karena BBM naik.
Kenapa semua orang sampai demo gara-gara BBM naik ya? Kan, nanti juga akan turun sendiri.
Sumber Gambar: matanews.com
Hahaha, lucu juga, orang ini pintar juga menggambarkannya. Ketika dipotong talinya, semua orang akan menjerit.
Kurang lebih sebatas itulah Eon memahami karikatur tentang topik hari ini, dia belum tau bahwa kenaikan harga BBM akan berdampak pada banyak hal, bisa jadi makanan yang dia makan hari ini sudah lebih mahal dari kemarin.
"EON! Sudah jam berapa ini? Biar kamu ditinggal Zin itu loh" ibu Eon sudah marah-marah melihat anaknya yang malah asik membaca koran dan tidak segera berangkat ke sekolah.
Buru-buru Eon melihat jam dinding di ruang tengah, "Duh iya! sudah jam setengah tujuh!"
Zin sudah tidak terlihat, mungkin saja Zin sudah berada di ujung jalan sana atau bisa jadi sudah hampir dekat sekolahnya. Eon segera berlari menyusul Zin yang entah sampai mana.
"ZIN! TUNGGU!!!"
-Din, Jember 14:38 (11/07/23)

Komentar
Posting Komentar