Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Jeda

Aku duduk dibawah kedipan bintang-bintang pepohonan yang rimbun dan langit yang hitam pekat Aku ingin tinggal lebih lama disini Nyala api unggun meredup kelabu Kedipan bintang berubah menjadi sebuah tatapan Teman-teman disebelahku terdiam Terima kasih atas suasana tengah malam ini Aku ingin berdiskusi dengan Tuhan dan Semesta Kuhentikan waktu, kuberi sedikit jeda pada malam ini Tuhan, ini aku, anak Semesta Izinkan aku bertanya kepada-Mu dan tolong jawab semua pertanyaan yang kuajukan Ada beribu, berjuta, dan bahkan tak terhingga Tuhan, mengapa aku diciptakan? Padahal Kau tahu manusia akan merusak semesta ini Lalu mengapa aku diciptakan? Padahal Kau tahu aku tidak akan pernah se-patuh malaikat, makhluk ciptaan-Mu yang paling suci itu Dan mengapa aku diciptakan? Padahal manusia-manusia itu melihatku sebagai makhluk durhaka yang meragukan-Mu dengan pertanyaan-pertanyaan kurang ajar seperti ini Hah! Yang benar saja Ragu atau meyakinkan diri maksudku Masih ada banyak p...

Tiga Jam

Sebuah waktu magis yang dibuka dengan obrolan canggung. Entah bagaimana kata-kata tumbuh dan terangkai menjadi cerita yang cukup panjang. Di tiga jam ini satu part cerita tentang kita tercipta. Seperti sajak-sajak tentangnya yang belum pernah aku dengar dan sebaliknya. Tiga jam aku didorong waktu untuk segera melangkah. Kalau bukan karena  waktu, aku tidak akan pernah memulai apapun dengannya. Langkah pertama pada jalan yang belum pernah kutempuh untuk mengenalnya lebih jauh. Dan. Cukup tiga jam saja waktu terhenti. Selebihnya, kita harus sadar kehidupan bukanlah disini. Kita punya waktu masing-masing. Bukan tiga jam itu.

Terima Kasih

Suara klakson dan kelip lampu kendaraan membangunkanku. Saya harus tersadar, saya tidak di rumah. Teringat ini perjalanan menuju tanah rantau. Mimpi indah di rumah harus berhenti sejenak. Karena kenyataan di perantauan tidak seindah impian di masa kecil. Kala itu saya pulang membawa luka dari tanah perjuangan. Bermaksud menyembuhkan, nyatanya belum sembuh total pun saya harus kembali. Kembali berjuang untuk menyelesaikan segala hal yang belum tuntas disana. Meski berat hati, tapi mau bagaimana lagi. Saya sudah memulainya. Hhh. Helaan napas menabrak angin AC mobil. Wanita dan pria asing di sebelah dapat tertidur pulas. Tapi saya tidak. Mungkin semenjak itu sudah tidak pernah pulas. Beban meninggi sementara saya  hanya bisa menuntaskan sedikit demi sedikit. Terlintas dipikiran untuk membiarkannya berjalan semaunya. Ingin pergi, menghilang, dan menikmati dunia ini sendiri. Tapi saya hidup tidak hanya untuk diri sendiri dan saya masih memiliki Tuhan. Berharap Tuhan memberika...

Kamu harus tahu dulu

Kamu harus tahu dulu, sebelum kamu mencoba memasuki rumah yang bukan duniamu. Kamu harus tahu dulu, aku hari ini bisa saja berbeda dengan aku di hari esok. Karena aku sendiri tidak tahu hari esok bagaimana. Dan kamu harus menerima diriku dalam bentuk apapun. Kamu harus tahu dulu, kalau aku memiliki sejuta emosi yang terkadang ketika bulan tiba, dia berubah dengan sangat drastis dan kamu harus menjadi yang mengalah disana. Kamu harus tahu, terkadang feeling -ku lebih berperan daripada logikaku, yah meskipun itu tidak masuk akal. Kamu tidak melulu harus menasihatiku, mungkin aku hanya butuh menumpahkan air mata. Kamu harus tahu, aku memiliki empati yang tidak didasarkan simpati. Bukan karena tidak memiliki perasaan, hanya tidak terbiasa dengan itu semua. Aku sadar itu salah dan aku sedang berusaha memperbaikinya. Kamu harus tahu dulu, aku agak berbeda dengan kebanyakan wanita. Tidak sensitif, tidak perasa, kasar, dan tidak bisa melakukan beberapa hal yang seharusnya bisa wanit...

Silahkan Pergi

Saya sudah tidak peduli Kemarin hanya pura-pura Mungkin baper, mungkin pms Bisa jadi mood yang amburadul Saya percaya Tuhan Tidak ada rasa yang dipermainkan Hanya individu yang tidak bisa membaca situasi Cukup sampai disini. Saya memahami semuanya Silahkan pergi..

Rumah Pompa Medokan Ayu Hilir

Gambar
Rumah Pompa Medokan Ayu Hilir Sebuah tempat peristirahatan air sebelum nantinya akan mengalir ke laut. Sederhana mungkin. Hanya pintu air. Tapi ternyata dari sini saya bisa melihat lingkungan hidup yang sesungguhnya. Bagaimana interaksi antara masyarakat, pemerintah, dan lingkungan (bagaimana kebijakan dan sistem yang sesuai agar tidak ada pihak yang dirugikan). Masih sangat melekat di otak saya bagaimana Pak Di -penjaga pintu air, menjelaskan pintu air ini bekerja. Pintu air ini tidak semena-mena dibuka maupun dipompa, ada beberapa pertimbangan. Alat ukur ketinggian air sungai dan jaring sampah "Saya hanya njaga dan menunggu perintah dari sana. Kalau buka pintu, tergantung level (volume ketinggian sungai) air. Kayak sekarang 50, berarti masih normal. Jadi gak perlu dipompa. Tapi tetap harus ada satu pintu yang dibuka untuk nelayan lewat," jelas Pak Di. "Kalau pompa nunggu perintah dari sana (pemerintah) tapi tetap harus melihat sekitar. Kayak s...