Rumah Pompa Medokan Ayu Hilir
![]() |
| Rumah Pompa Medokan Ayu Hilir |
Sebuah tempat peristirahatan air sebelum nantinya akan mengalir ke laut. Sederhana mungkin. Hanya pintu air. Tapi ternyata dari sini saya bisa melihat lingkungan hidup yang sesungguhnya. Bagaimana interaksi antara masyarakat, pemerintah, dan lingkungan (bagaimana kebijakan dan sistem yang sesuai agar tidak ada pihak yang dirugikan).
Masih sangat melekat di otak saya bagaimana Pak Di -penjaga pintu air, menjelaskan pintu air ini bekerja. Pintu air ini tidak semena-mena dibuka maupun dipompa, ada beberapa pertimbangan.
![]() |
| Alat ukur ketinggian air sungai dan jaring sampah |
"Saya hanya njaga dan menunggu perintah dari sana. Kalau buka pintu, tergantung level (volume ketinggian sungai) air. Kayak sekarang 50, berarti masih normal. Jadi gak perlu dipompa. Tapi tetap harus ada satu pintu yang dibuka untuk nelayan lewat," jelas Pak Di.
"Kalau pompa nunggu perintah dari sana (pemerintah) tapi tetap harus melihat sekitar. Kayak semisal tambak dan nelayan itu. Saya sama teman-teman pernah ganti rugi 500 ribu untuk ganti rugi kapal nelayang yang rusak. Jadi waktu itu air dipompa, terus busa sampai 2 meter dan pintunya gak kelihatan. Nelayan lewat ternyata pintunya masih ketutup, akhirnya nabrak. Itu saya sama teman-teman yang ganti rugi. Tahun 2016 kalau gak salah," jelas Pak Di. "Pernah juga tahun 2014 ikan-ikan di tambak mati karena air yang dipompa masuk ke tambak. Sejak itu saya harus mempertimbangkan tambak-tambak sekitar juga. Gak berani mbak, gak kuat ganti ruginya," lanjutnya.
![]() |
| Nelayan melewati pintu nomor 3 |
Kemudian saya melihat perahu nelayan melewati pintu air nomor 3. Sebelumnya pintu nomor 1 dibuka setengah karena air sedikit naik. "Kalau semisal lagi banjir di kota sana dan air laut pasang, mending pintu air tetap ditutup dan gak dipompa. Ya lebih baik disana banjir daripada ikan-ikan di tambak mati. Kasihan mbak, saya kan asli sini juga," tambah Pak Di sambil menunjuk arah air mengalir.
![]() |
| Jaring sampah yang lebih rapat |
Menurut Pak Di, kalau air sudah dipompa, busa karena limbah rumah tangga (deterjen) akan sangat melimpah dan bahkan beterbangan. "Pernah ini mbak, saya coba ambil dan saya cium. Baunya ini malah harum," jelas Pak Di sambil memperagakan bagaimana beliau mengambil busa tersebut. Selain itu, sampah-sampah tentu juga akan masuk ke jaring. "Biasanya bisa sampai 2 truk dan itu dilakukan manual (ditarik menggunakan garpu)".
-Din
Jujur saya belajar banyak dari survei kecil-kecilan ini. Awalnya saya hanya ingin ikut melihat busa yang beterbangan akibat limbah rumah tangga. Ternyata dibalik keputusan yang terlihat sederhana (dipompa atau tidak, pintu air dibuka atau tidak), banyak sekali pertimbangan yang harus diperhatikan. Benar mengenai lingkungan hidup, bagaimana interaksi manusia dengan lingkungan (masyarakat sekitar, pemerintah, dan lingkungan/alam itu sendiri). Benar tidak mudah, tapi saya salut kepada Pak Di. Good Job, Pak!
![]() |
| Teman-teman PLH SIKLUS ITS bersama Pak Di |





Komentar
Posting Komentar