Yakin itu Minimalis?

       Sebenarnya ini sudah aku pikirkan entah dari kapan, entah setahun lalu, dua tahun lalu, atau bahkan lima tahun lalu. Sebenarnya minimalis ini apa sih? Apakah minimalis seperti itu? Benarkah seperti itu? Gaya hidup orang jaman sekarang sering kali membuat bingung. Menurut artikel yang aku baca di website *Kementerian Keuangan Indonesia, "minimalis adalah gaya hidup yang berfokus pada meminimalkan gangguan yang dapat menjaga kita untuk melakukan hal-hal yang benar-benar penting saja (*Break the Twitch). Joshua Becker, penulis *Becoming Minimalist, menyebutkan bahwa minimalis merupakan tentang mendapatkan apa yang membuat kita bahagia dan menghilangkan apa yang tidak. Dari pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa hidup minimalis adalah gaya hidup yang sederhana atau praktis atau sederhananya membuang sesuatu yang sebenarnya tidak anda butuhkan”.

    Dari pengertian-pengertian tersebut, minimalis memiliki makna yang berbeda-beda walaupun intinya ya sama saja yaitu "minimal". Tolok ukur minimalis yang disebutkan Break the Twitch adalah mengenai gangguan dan perilaku. Sedangkan Joshua Becker membuat kebahagiaan menjadi tolok ukur minimalis tersebut. Kalau Sovi Sovianti (penulis artikel "Gaya Hidup Minimalis, Salahkah?" di website Kementerian Keuangan), memfokuskan soal buang membuang. Kenapa sih pengertian terakhir pada paragraf pertama aku bold? Inilah yang akan aku bahas lebih lanjut karena lumayan lama muter-muter di otakku.

    Dari entah sejak kapan aku memikirkan bahwa ada yang salah mengenai gaya hidup minimalis yang tren di kalangan generasi milenial dan z. Padahal semakin kesini, kita semua semakin konsumtif, lalu bagian mana minimalisnya? Setelah bertahun-tahun, akhirnya aku menemukan titik terangnya. Menurutku karena generasi milenial dan z ditempatkan sebagai obyek bukan subyek oleh pemerintah. Dibiarkan belanja sesuai jaman (termakan trik marketing). Persis seperti yang disebutkan oleh si Sovi Sovianti (Kementerian Keuangan). Gaya hidup minimalis yang mereka pikir adalah tentang "don't be hoarder" . Jadi ketika membeli sesuatu yang baru, yang lama harusnya dibuang saja. Menurutku ini lucu sih karena minimalis tapi konsumtif, itu adalah dua hal yang bertolak belakang. Okelah ketika para gen milenial dan z ini tidak suka perilaku gen sebelumnya yang sukanya menimbun barang-barang yang bahkan tidak digunakan karena generasi-generasi tersebut berpikir "kalau bisa tidak usah beli, ini bisa dipakai lagi". Jelas itu mungkin tidak related dengan jaman sekarang yang minim tempat tapi mudah dalam memperoleh sesuatu. Tapi percayalah, kita tidak lebih minimalis daripada mereka.

    Konsep minimalis yang sesungguhnya, menurutku bukanlah soal penimbun atau bukan. Tapi tentang apakah kalian konsumtif atau tidak. Aku belajar banyak dari nenekku (gen boomer) dimana sejak dulu beliau jarang membeli sesuatu tapi membuat. Membuatnya pun tidak berlebihan. Tau gak karena apa? Karena keterbatasan ekonomi. Kebiasaan itu berlaku sampai saat ini. Nah justru sebaliknya, ketika anak gen milenial dan z mencoba gaya hidup baru (bagi mereka) yaitu minimalis, kebiasaan konsumtifnya ya tetap bakal tetap berlanjut. Terlebih lagi pemerintah mengamini kesalahpahaman itu. Padahal, selama ini yang kita buang (sampah) cuma ditumpuk di TPA. Sedikit demi sedikit akan menjadi gunung. Setiap kota di Indonesia sudahlah pasti punya gunung sampah. Yakin itu minimalis?

    Bagi aku, gaya hidup minimalis itu ketika kita sudah memiliki gaya hidup minim membeli dan minim memproduksi. Semua serba secukupnya. Cukup untuk diri sendiri, keluarga, dan orang sekitar. Dan menurutku, minimalis seperti itulah yang bagus. Tapi mungkin ekonomi akan jadi morat-marit tapi itulah konsekuensi atas dosa warisan kita. Sebenarnya tulisan ini bukan bertujuan untuk meluruskan atau memengaruhi kalian sebagai pembaca. Tapi aku hanya ingin mengeluarkan isi pikiran agar tidak menjadi beban dan agar juga tetap ingat bahwa aku pernah memikirkan ini.

Komentar