Tidak Ada yang Lebih Baik
Surabaya, 11 Oktober 2017. 22:11 WIB.
Tidak Ada yang “Lebih Baik”
Baru saja temanku datang ke kamarku. Dia bercerita tentang temannya. Katanya, temannya bertanya kepadanya, “Memangnya apa yang kalian lakukan (beribadah) kepada Tuhan lebih baik daripada aku?” Tentu saja aku kaget mendengar cerita temanku tersebut. Pertanyaan itu sama persis dengan apa yang aku tanyakan kepada teman sekamarku kemarin. Kemarin aku memikirkan tentang agama. Jujur saja, aku benci ketika mereka merasa agama mereka paling benar sehingga mereka tidak ingin peduli kepada mereka yang beragama lain atau yang berbeda dengan mereka.
Di perguruan tinggi ini aku belajar banyak tentang orang lain. Meski aku bukan kuliah di jurusan psikologi, setidaknya aku tahu tentang orang lain. Bagaimana membaca sifat orang lain dari tingkah lakunya. Belajar berpikir positif tapi tak lupa untuk selalu mengkritisi sesuatu. Dan pertanyaan itu muncul ketika aku melihat sesorang yang menganggap rendah orang lain karena mereka merasa lebih dari orang lain. Entah itu masalah beribadah, pahala, atau apalah. Yang pasti menurutku itu perilaku buruk dengan merendahkan orang lain seperti itu.
Jadi kemarin aku berpikir, bagaimana bisa manusia menganggap hanya agama mereka lah yang benar. Sedangkan agama orang lain salah? Padahal, agama mereka sama-sama mengajarkan kebaikan. Tidak ada satupun dari agama mereka yang menyuruh untuk melakukan pencurian, pemerkosaan, penyiksaan, dan lain sebagainya. Tiba-tiba suatu pertanyaan aku ucapkan pada teman sekamarku, “Memangnya kalian yang merasa diri kalian lebih dari orang lain (dalam hal beribadah dan beragama), apa iya kalian lebih baik dari mereka? Bisa saja mereka yang kalian anggap meremehkan agama, lebih baik dari kalian. Karena menurutku kebanyakan dari kita itu melakukan ibadah ya hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Tidak melakukan ini dan harus melakukan itu hanya melihat suatu pedoman dan dari orang terdahulu. Bukan belajar dari pengalaman. Pengalaman mereka (yang menurut kalian buruk) itu justru lebih banyak, mereka lebih tahu mana yang baik dan mana yang buruk daripada kita yang tak pernah terjun langsung atau tahu menahu soal apa yang kalian anggap buruk.” Dia, teman sekamarku hanya menanggapi ala kadarnya. Ya, mungkin dia tidak ingin memperdebatkan masalah itu terlalu jauh.
Lanjut ke cerita awal tadi. Jadi si temanku itu cerita kalau dia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Karena aku juga mempertanyakan hal tersebut, jadi aku menjawab apa yang menurutku bisa menjawab pertanyaan seperti itu.
Tidak Ada yang “Lebih Baik”
Baru saja temanku datang ke kamarku. Dia bercerita tentang temannya. Katanya, temannya bertanya kepadanya, “Memangnya apa yang kalian lakukan (beribadah) kepada Tuhan lebih baik daripada aku?” Tentu saja aku kaget mendengar cerita temanku tersebut. Pertanyaan itu sama persis dengan apa yang aku tanyakan kepada teman sekamarku kemarin. Kemarin aku memikirkan tentang agama. Jujur saja, aku benci ketika mereka merasa agama mereka paling benar sehingga mereka tidak ingin peduli kepada mereka yang beragama lain atau yang berbeda dengan mereka.
Di perguruan tinggi ini aku belajar banyak tentang orang lain. Meski aku bukan kuliah di jurusan psikologi, setidaknya aku tahu tentang orang lain. Bagaimana membaca sifat orang lain dari tingkah lakunya. Belajar berpikir positif tapi tak lupa untuk selalu mengkritisi sesuatu. Dan pertanyaan itu muncul ketika aku melihat sesorang yang menganggap rendah orang lain karena mereka merasa lebih dari orang lain. Entah itu masalah beribadah, pahala, atau apalah. Yang pasti menurutku itu perilaku buruk dengan merendahkan orang lain seperti itu.
Jadi kemarin aku berpikir, bagaimana bisa manusia menganggap hanya agama mereka lah yang benar. Sedangkan agama orang lain salah? Padahal, agama mereka sama-sama mengajarkan kebaikan. Tidak ada satupun dari agama mereka yang menyuruh untuk melakukan pencurian, pemerkosaan, penyiksaan, dan lain sebagainya. Tiba-tiba suatu pertanyaan aku ucapkan pada teman sekamarku, “Memangnya kalian yang merasa diri kalian lebih dari orang lain (dalam hal beribadah dan beragama), apa iya kalian lebih baik dari mereka? Bisa saja mereka yang kalian anggap meremehkan agama, lebih baik dari kalian. Karena menurutku kebanyakan dari kita itu melakukan ibadah ya hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Tidak melakukan ini dan harus melakukan itu hanya melihat suatu pedoman dan dari orang terdahulu. Bukan belajar dari pengalaman. Pengalaman mereka (yang menurut kalian buruk) itu justru lebih banyak, mereka lebih tahu mana yang baik dan mana yang buruk daripada kita yang tak pernah terjun langsung atau tahu menahu soal apa yang kalian anggap buruk.” Dia, teman sekamarku hanya menanggapi ala kadarnya. Ya, mungkin dia tidak ingin memperdebatkan masalah itu terlalu jauh.
Lanjut ke cerita awal tadi. Jadi si temanku itu cerita kalau dia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Karena aku juga mempertanyakan hal tersebut, jadi aku menjawab apa yang menurutku bisa menjawab pertanyaan seperti itu.
“Coba kamu jawab pertanyaan temanmu itu dengan pertanyaan juga deh. Manusia melakukan ibadah yaitu sebagai wujud dari rasa terima kasih mereka kepada Tuhan. Terus, apa yang kamu lakukan untuk mewujudkan rasa terima kasihmu kepada Tuhan?"
Komentar
Posting Komentar