Di Bawah Pohon Bulan dan Bintang (part 3)
Bulan dan Bintanggg~
Di Bawah Pohon
Bulan dan Bintang
(Dinda Ayu Salsabila)
Bintang
Aku memang masih tak berani untuk
mendekatinya. Apalagi sampai lancang untuk menyeka air matanya. Tapi aku tak
tahan. Aku tak tahan melihat air matanya terus menetes membasahi pipinya. Ataupun
melihatnya menahan rasa sakit itu. Aku akan mencobanya. Aku akan mencoba
mendekatinya.
Aku pun berjongkok disebelahnya sembari
menemaninya untuk melampiaskan rasa pedih itu. Hari ini. Hari ini aku melihat
Bulan sesungguhnya. Mungkin, di bawah pohon ini dia dapat dengan bebas
menunjukkan dirinya. Menunjukkan perasaan sesungguhnya. Seperti waktu itu.
Lagi-lagi air mata itu menetes membasahi pipinya.
Kali ini aku memberanikan diri untuk menyeka air matanya. Aku tak tahan melihat
air mata itu berkali-kali menetes. Kurasakan betapa lembut pipinya. Seakan
memang tak pantas air mata itu membasahi pipinya.
Bulan pun terbangun dan kaget melihat kehadiranku
di sini. Air matanya yang tadi hanya menetes kini mengalir deras. Kini aku tahu
pasti bahwa akulah yang membuatnya menangis karena menahan rasa sakit itu.
Sekarang
aku tahu, terkadang bulan munafik. Berpura-pura dapat bersinar dengan terang
padahal sinarnya bukanlah sinar sesungguhnya. Bukan sinar yang terpancar dari
dalam dirinya dan hatinya. Dia hanya mencoba terlihat kuat dan selalu ceria.
Bulan
Aku tak kuat menahan rasa sakit ini. Bintang
memang lebih pantas dengan Titan. bukan denganku yang hanya selalu meminjam
cahyanya demi kepentingan diriku. Aku gak bisa menahan air mataku untuk tidak
menetes di sini. Ya, hanya di sini aku tidak bisa menahannya. Di bawah pohon
ini.
Lagi, aku merasakan air mataku terus
menetes. Seakan ia tak mau berhenti untuk tidak membasahi pipiku. Tapi,
tiba-tiba aku merasakan sentuhan lembut di pipiku. Segera ku buka mataku dan melihat
sesuatu ada di depanku. Aku pun kaget. Bintang, dia ada di sini. Di depanku dan
menghapus air mata di pipiku. Aku tidak bisa merasakan apa-apa sekarang. Atau,
lebih tepatnya aku bingung untuk menentukan apakah aku harus merasa senang atau
sedih. Tapi, mungkin air mataku lebih tahu apa yang aku rasakan. Karena ia
terus menetes dan mengalir di pipiku.
Akulah
bulan. Yang takluk ketika bintang mendekat. Meski aku mencoba untuk
menghindarinya, bintang tetap ada untuk selalu menyinari bulan.
Mungkin
bulan memang tak dapat bersinar dengan cahyanya sendiri. Tapi bintang ada. Ada
untuk membuatnya selalu bersinar terang.

Komentar
Posting Komentar