Menuju "Baik"
Sebelum kalian membaca tulisan ini lebih jauh dan sebelum saya menulis lebih dalam, saya ingin memberitahu terlebih dahulu bahwa disini saya tidak bermaksud menjelekkan, memihak, maupun mengajak siapapun untuk mempercayai tulisan saya. Disini saya hanya ingin menuliskan isi pikiran saya. Kalian boleh banget mengutarakan pendapat kalian disini, saya sangat menyukai diskusi yang sehat. Selamat membaca~
...
Pada hari yang berawan, saat itu saya dan ayah saya berboncengan untuk pulang. Di perjalanan, tiba-tiba ayah saya menanyakan sesuatu pada saya. Entahlah, sebenarnya pertanyaan itu ditujukan pada saya atau pada dirinya sendiri.
Pada hari yang berawan, saat itu saya dan ayah saya berboncengan untuk pulang. Di perjalanan, tiba-tiba ayah saya menanyakan sesuatu pada saya. Entahlah, sebenarnya pertanyaan itu ditujukan pada saya atau pada dirinya sendiri.
"Papa ini tidak tahu ya, sebenarnya menjadi manusia itu harusnya seperti apa? Apa yang baik seperti pakdhemu itu tapi terkesan bodoh karena kalau dijahati orang lain dia diam saja, atau seperti papa gini?"
Saya cukup memahami maksud ayah saya ini. Karena pakdhe saya itu orangnya sangat baik dan tulus, tapi saking baiknya dia pernah ditipu temannya tapi dia memaklumi dan memaafkannya. Persis seperti kakek saya. Tapi ayah saya bukan orang seperti itu. Ayah saya tidak bisa diam saja ketika orang lain berbuat buruk padanya. Seperti kasus penipuan yang dilakukan kakaknya, mungkin sampai sekarang ayah saya tidak rela dan bahkan tidak memaafkan perbuatan kakaknya itu sehingga hubungan keluarga kami dengan keluarga kakaknya menjadi renggang dan hampir terputus. Jujur saya, saya cukup bingung menjawabnya.
"Tidak tahu ya, idealnya orang baik seperti itu."
"Tapi bukannya tidak baik jika membiarkan orang jahat?"
"Jujur saja, aku sendiri gak tahu jawabannya apa."
***
Diskusi kami selesai sampai disitu. Memang sangat menggantung dan tanpa jawaban. Tapi beberapa tahun terakhir ini saya mulai belajar tentang "baik" itu.
Saya seorang muslim. Entah sebenarnya saya ini muslim yang baik atau tidak. Saya akan ceritakan lebih banyak di lain tulisan, karena disini saya ingin fokus menceritakan perjalanan saya memahami kata "baik". Singkat cerita, saya menyadari bahwa sebenarnya Nabi Muhammad ﷺ adalah seorang nabi yang terbaik untuk era ini karena kebaikannya. Saya kagum bagaimana beliau memperlakukan orang yang sudah jahat padanya. Dimaafkannya dan mendekatinya dengan cara baik sehingga kebaikan itu tertular padanya. Kisah ini sudah diajarkan bahwa sejak saya kecil tapi saya baru memaknainya baru-baru ini. Jadi karena kebaikan ini lah beliau menjadi nabi dan rasul yang terbaik bahkan disebut juga kekasih Allah ﷻ (Tuhan).
Dari situ saya berpikir, apakah karena ini (kebaikan) Nabi Muhammad ﷺ menjadi nabi di era ini?
Saya sendiri tidak tahu harus mengelompokkan diri saya ke wilayah orang baik atau orang jahat. Sampai saat ini saya menyimpulkan bahwa saya adalah orang yang berada di antara keduanya. Orang bisa saja menilai saya sebagai orang baik atau orang jahat. Tapi saya bukanlah keduanya. Tapi yang pasti saya termasuk orang yang berusaha untuk baik, entah itu untuk diri saya sendiri dan sekitar saya. Dengan cara itu saya memaknai kebaikan Nabi saya.
Baik bisa jadi baik bukan berarti untuk menyenangkan orang lain. Jika diperlakukan buruk oleh orang lain, apa yang seharusnya kita lakukan? Ada banyak cara dan pilihan di depan kita. Bisa jadi dengan cara seperti ayah saya yaitu menghindarinya atau seperti pakdhe saya yang diam, memaklumi, dan memaafkannya. Walaupun dalam konteks yang berbeda dan dengan cara yang berbeda. Tidak ada yang salah dari keduanya. Namun ada yang perlu diperbaiki.
Saya memaknai baik dengan cara yang cukup berbeda. Bisa jadi saya memaafkan atau tidak karena tidak semua pantas untuk dimaafkan agar diri ini bisa introspeksi. Memang dalam ajaran agama saya bahwa Tuhan Maha Pemaaf, begitu pula Nabi saya adalah seorang manusia yang teramat baik. Walaupun tidak semua harus dimaafkan, setidaknya saya tidak pernah menutup pintu maaf. Begitulah saya memaknai kebaikan Allah ﷻ dan Nabi Muhammad ﷺ. Saya juga bukan tipe orang yang diam jika ada kesalahan di depan mata saya. Saya akan tegur dengan cara saya. Seharusnya dengan cara yang halus, tapi tidak selalu dan saya selalu percaya diri dengan cara saya. Bisa jadi dengan ini saya akan disebut orang jahat atau baik.
Mungkin kalian bingung dengan tulisan saya, begitulah kerumitan dari pikiran saya. Saya coba sederhanakan lagi. Kebaikan itu tidak harus mutlak, relatif tapi kita berusaha menuju kemutlakan itu. Seperti drama korea yang baru saja saya tonton yaitu "Brain Works" bahwa ternyata orang psikopat tidak selamanya harus berperan jahat, justru itulah tantangannya yaitu otak psikopatnya. Kebaikannya agak berbeda dengan kebanyakan orang. Jadi semua itu pilihan, mana yang akan kamu pilih?
Dari sini saya juga menemukan bahwa setiap individu memanglah unik. Karena kita hidup di era dimana-mana semua terstandarisasi, kita sering kali menyebutkan bahwa yang baik adalah yang sesuai standar. Sedangkan setiap ajaran agama seringkali mendefinisikan kebaikan sesuai agama masing-masing, setiap sekolah juga mengajarkan kebaikan sesuai kurikulum yang disusun masing-masing. Tidak salah sih, tapi seringkali buat kita lupa bahwa kita ini unik. Jadi setiap manusia pastilah punya caranya masing-masing untuk mencapai "baik" itu sendiri. Tapi jika kamu percaya Tuhan, kamu bisa belajar kebaikan itu dari Tuhan.
Cobalah untuk memaknai kata "baik" dengan cara kalian sendiri...
-Din (Jember, 05/09/2023 10:36)
Komentar
Posting Komentar