13 Maret 2021
Hari ini mungkin menjadi hari terakhirku menaiki bus Surabaya-Jember. Empat setengah tahun tinggal di Surabaya, tidak membuatku ingin tinggal disana untuk lebih lama. Menurutku cukup. Waktu tambahan seminggu sebagai toleransi untuk menyelesaikan segala urusan disana sudah membuatku pening. Aku sudah tidak mampu mengikuti segala percepatan yang ada disana. Untung saja aku tidak pingsan di tengah macetnya Surabaya ketika jam berangkat dan pulang kerja.
Naik bus dan duduk di sebelah jendela sepertinya menjadi pilihan yang tepat karena aku sendiri tidak menyangka akan menangis sebegitunya. Kupikir, mataku cuma akan berkaca-kaca dan menghela napas panjang. Ternyata tidak.
Lagi-lagi ini saatnya aku beranjak ya?
Omong-omong, sekali lagi Gunung Arjuna menatapku seperti ini. Sebenarnya aku malu, karena lagi-lagi aku seperti ini. Hanya saja, sekarang beda orang.
Aku sempat heran dengan lagu Jingga milik Fatin. Hmmm, sebenarnya ada apa dengan lagu itu? Seperti bawang yang memiliki nada, aku selalu menangis ketika mendengarnya. Rasanya sesak. Ada kenangan yang ku titipkan pada lagu itu.
Sebuah harapan besar terselimuti kenangan pahit. Apakah ini badai? Lalu dimana langit sore? Tidak datang. Jingga tidak pernah hadir disini. Petir menyambar dan bergemuruh, hujan langsung turun dengan derasnya, sekali lagi aku menangis.
Sekali lagi ku cek WhatsApp dengan harapan nomernya masih aktif. Nihil. DM Instagram yang sempat membuatku agak trauma, kucoba cek. Aku lupa, kalau chat saat itu sudah ku hapus. Profil Instagram-nya pun tidak berubah. Hmmm.
Kotak kecil kumal, berani berharap apa dia?
Lalu tiba-tiba mataku berat dan aku pun mulai tertidur.
Komentar
Posting Komentar